Kelebihan :
- Narasi yang dibangun cukup klasik tapi tetap menarik, seperti narasi adanya orang sakti, sihir, selaq, dll, yang memang di masa lalu kental akan takhayul serta hal-hal gaib semacam itu.
- Isu KDRT dan gender menyelimuti cerpen ini, sejak dulu memang perempuan selalu menjadi target kekerasan dan kaum marginal.
- Kehidupan masyarakat lombok (khususnya di Lelenggo) jelas tergambar, terutama pada masa lampau, memberi gambaran yang baik bagi siapapun yang penasaran dengan kehidupan lampau suku sasak.
- Pelajaran yang menarik :
“roda kehidupan terus berputar.”
“keteguhan hati terhadap keyakinan bahwa hari esok kita masih bertahan dari kebengisan hidup” (kemiskinan dan kelaparan selalu menjadi topik utama)
“kita akan tetap hidup, keyakinan dan keteguhan itulah yang membuat kita hidup.”
“orang sakti, orang kaya, bahkan yang abadi sekalipun akan menemui ajal mereka, kita tak pernah benar-benar tahu.”
Kekurangan :
- Kalimat dan cara bercerita dalam cerpen ini seperti kaku dan sulit dipahami (harus dibaca ulang lagi)
cerpen ini terbit 2018, tetapi sudah ditulis dari tahun 2016. Namun, gaya bahasanya seperti tahun 90-an, dan ini agak membosankan. - Alurnya campur, kadang alur maju, kadang pakai alur mundur, sehingga menurut Saya pribadi ceritanya menjadi tidak jelas.
- Apakah cerpen saling terhubung atau justru antara cerpen yang satu dengan yang lain merupakan cerita yang sangat berbeda.
- Sementara, penulis pada cerpen awal membahas Bugiali, tiba-tiba ditengah bahas tentang Maq-Naq yang lain, dan lagi membahas Bugiali berserta Maq Colaq, selanjutnya lain yang dibahas, kemudian penulis kembali menceritakan Bugiali dan Sudar Gana yang terhubung dengan cerita Bugiali sebelumnya (muncul cerita lain).
- Berkat hal tersebut alur menjadi rancu dan sulit dipahami.
- Yang Saya tak paham apakah Bugiali gila atau normal? soalnya ada dua sudut pandang (pov) di lain cerita Bugiali disebut si gila atau selaq, lain cerita dia seperti orang normal.
- Dan cerita ini dibuat seperti tidak ada epilog.
"Surga adalah arak yang kita nikmati, kalau sudah tidak ada arak itulah neraka."
(kurang lebih kutipan dalam cerpen Bugiali)